Bagi-Bagi Uang Korupsi, Dua Jenderal Berurusan Dengan Hukum.

 

Jakarta.metroindonesia.co.id-Jaksa penuntut umum mengungkap adanya permintaan uang tambahan oleh Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte untuk menghapus nama terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) dari Daftar Pencarian Orang (DPO)

Dalam surat dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

Menurut jaksa,uang suap dari Djoko Tjandra untuk menghapus namanya di Daftar Pencarian Orang (DPO) dilakukan di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, lewat pengusaha H Tommy Sumardi.

Dikutip dari Tribun.news terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut. ‘Apaan nih segini, enggak mau saya. Naik, Ji, jadi 7, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau’, dan berkata ‘petinggi kita ini’,” ucap jaksa penuntut umum Zulkipli mengutip jawaban terdakwa.

Napoleon mengungkapkan hal tersebut saat bertemu dengan terdakwa lain, Tommy Sumardi dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo di ruang kerjanya pada 27 April 2020.

Tommy merupakan rekan Djoko Tjandra diminta untuk menanyakan status red notice kepada NCB Interpol Indonesia di Divisi Hubungan Internasional Polri.

Untuk mengurusnya, Tommy meminta bantuan kepada Prasetijo yang kemudian mengenalkannya kepada Napoleon.

Awalnya Napoleon meminta uang sebesar Rp 3 miliar untuk mengurus red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra menyerahkan uang 100.000 dollar AS kepada Tommy melalui perantara pada 27 April 2020

Di hari yang sama, Tommy bersama Prasetijo berangkat untuk menyerahkan uang kepada Napoleon.

Ternyata, Prasetijo juga meminta jatah dan membagi uang 100.000 dollar AS tersebut.

“Saat di dalam mobil, Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa Tommy Sumardi, dan berkata Banyak banget ini, Ji, buat beliau buat gue mana?’,” tutur jaksa.

Kemudian uang dibagi 2 oleh Prasetijo Utomo dengan mengatakan, ‘Ini buat gue, ini buat beliau sambil menunjukkan uang sudah dibagi,” ucapnya.

Sampai ditempat tujuan, Napoleon menolak uang 50.000 dollar AS dan meminta lebih besar, kemudian Tommy dan Prasetijo meninggalkan Mabes Polri.

Maka terjadi beberapa kali penyerahan uang dari Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui Tommy.

Adapun rincian uanga yang diterima, Napoleon adalah 200.000 dollar Singapura pada 28 April 2020, 100.000 dollar AS pada 29 April 2020, 150.000 dollar As pada 4 Mei 2020, dan 20.000 dollar AS pada 5 Mei 2020.Total dana suap yang diterima, Napoleon sebesar Rp 6,1 miliar.

Sementara, Prasetijo didakwa menerima 150.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,2 miliar.

Akibat surat dari Divisi Hubungan Internasional Polri kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham, status DPO Djoko Tjandra dihapus dari sistem Imigrasi pada tgl 13 Mei 2020.

Penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM),” ucap Jaksa Wartono.

Dengan begitu, Djoko Tjandra dapat mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.

Napoleon dan Prasetijo dijerat dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP./Red

Poto istimewa

Recommended For You

Avatar

About the Author: metro indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *